Selasa, 27 Maret 2018

Musik Angklung dari Jawa Barat Indonesia dan seluk beluknya



#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Menyimak info sekitar Angklung dalam hubungannya dengan
Pengertian, Jenis, Cara Bermain dan Sejarahnya)
______________________________________________________________








__________________

Kata Pengantar
__________________

Luar bias musik Angklung ini...!

Sekilas terlihat demikian sederhanya, karena hanya terbuat dari
bambu. Tapi, setelah dipelajari sejarahnya, cara penggunaannya
dan jenis-jenisnya, ternyata sedemkian rumitnya.

Angklung musik Tradisional Jawa barat ini, memang pantas untuk
menjadi warisan budaya lisan dunia Nonbendawi sebagagai mana
ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2010 yang lalu.

Para kawan dimana-pun berada...!

Berikut info kelengkapan istrumen alat musik Angklung ini.

Selamat menyimak...!


______________________________________________________________

Sekilas info tentang Angklung
______________________________________________________________













* Pengertian


Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang
secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau
Jawa bagian barat.

Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara
digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu)
sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3,
sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.

Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang
diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung
adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang
dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ,
dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk
menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung
Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak
November 2010.


* Asal-usul










Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi
diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur
Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan
modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-
Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan
Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya
musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup
masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari
padi (pare) sebagai makanan pokoknya.

Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci
sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip).
Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat
Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual
mengawali penanaman padi.

Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah
satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau.
Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan
dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar
tanaman padi rakyat tumbuh subur.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut
adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen).
Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang
berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil
hingga besar.

Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di
antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran.
Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus
terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah
Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan
angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung
menurun dan hanya dimainkan oleh anak- anak pada waktu itu.

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut
disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari
batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian
lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang
bernama angklung.

Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan
permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang
berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah
pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan
di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang
serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke
seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908
tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand,
antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik
bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang
mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog,
salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain
angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

* Jenis Angklung







1. Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering menyebut mereka orang
Baduy) digunakan terutama karena hubungannya dengan ritus padi,
bukan semata-mata untuk hiburan orang-orang.

Angklung digunakan atau dibunyikan ketika mereka menanam
padi di huma (ladang). Menabuh angklung ketika menanam padi
ada yang hanya dibunyikan bebas (dikurulungkeun), terutama
di Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada yang dengan ritmis
tertentu, yaitu di Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih
bisa ditampilkan di luar ritus padi tetapi tetap mempunyai
aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa ngubaran pare
(mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya
padi. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya
semua kesenian tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan
lagi pada musim menanam padi berikutnya. Menutup angklung
dilaksanakan dengan acara yang disebut musungkeun
angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung
setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang
bulan dan tidak hujan. Mereka memainkan angklung di buruan
(halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan bermacam-macam
lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala,
Ceuk Arileu, Oray-orayan, Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong
Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran, Ayun-ayunan, Pileuleuyan,
Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler,
Ngaranggeong, Aceukna, Marengo, Salak Sadapur, Rangda
Ngendong, Celementre, Keupat Reundang, Papacangan, dan
Culadi Dengdang.

Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh
bedug ukuran kecil membuat posisi berdiri sambil berjalan
dalam formasi lingkaran. Sementara itu yang lainnya ada yang
ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku
tetapi sederhana. Semuanya dilakukan hanya oleh laki-laki.

Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam, mereka dibatasi
oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu),
tidak boleh melakukan hal-hal kesenangan duniawi yang ber
lebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung,
ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok,
dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh
seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug,
talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat
perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai
bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya
menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan,
kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit
dan ketuk.

Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan
(Tangtu; Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu
Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak
semua orang bisa membuatnya, hanya yang punya keturunan dan
berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-syarat
ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah
Amir (59), dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran
membeli dari orang Kajeroan di tiga kampung tersebut.

2. Angklung Reyog

Angklung Reyog merupakan alat musik untuk mengiringi tarian
reyog ponorogo di jawa timur. angklung Reyog memiliki khas
dari segi suara yang sangat keras, memiliki dua nada serta
bentuk yang lengkungan rotan yang menarik (tidak seperti
angklung umumnya ang berbentuk kubus) dengan hiasan benang
berumbai-rumbai warna yang indah. di kisahkan angklung
merupakan sebuah senjata dari kerajaan bantarangin ketika
melawan kerajaan lodaya pada abad ke 9, ketika kemenangan
oleh kerajaan bantarangin para prajurit gembira tak terkecuali
pemegang angklung, karena kekuatan yang luar biasa penguat
dari tali tersebut lenggang hingga menghasilkan suara yang
khas yaitu klong- klok dan klung-kluk bila didengar akan
merasakan getaran spiritual.

Dalam sejarahnya angklung Reyog ini digunakan pada film: Warok
Singo Kobra (1982), Tendangan Dari Langit (2011)

Dan penggunaan angklung Reyog pada musik seperti: tahu opo
tempe, sumpah palapa, kuto reog, Resik Endah Omber Girang,
dan campursari berbau ponorogoan.

3 Angklung Banyuwangi

Angklung banyuwangi ini memiliki bentuk seperi calung
dengan nada budaya banyuwangi

4 Angklung Bali
angklung bali memiliki bentuk dan nada yang khas bali,

5 Angklung Dogdog Lojor

Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer
Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul yang tersebar di
sekitar Gunung Halimun (berbatasan dengan jakarta, Bogor,
dan Lebak).

Meski kesenian ini dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah
satu instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga digunakan
angklung karena kaitannya dengan acara ritual padi.

Setahun sekali, setelah panen seluruh masyarakat mengadakan
acara Serah Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat. Pusat
kampung adat sebagai tempat kediaman kokolot (sesepuh)
tempatnya selalu berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.

Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih
dilaksanakan karena mereka termasuk masyarakat yang masih
memegang teguh adat lama. Secara tradisi mereka mengaku
sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran
dalam baresan Pangawinan (prajurit bertombak).

Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut agama Islam dan
agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan
kesenangan duniawi bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh
pula dalam dalam hal fungsi kesenian yang sejak sekitar
tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan,
yaitu digunakan untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan,
dan acara kemeriahan lainnya.

Instrumen yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah
2 buah dogdog lojor dan 4 buah angklung besar. Keempat buah
angklung ini mempunyai nama, yang terbesar dinamakan gonggong,
kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen
dimainkan oleh seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.

Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung,
Oleng-oleng Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan
Adu-aduan. Lagu-lagu ini berupa vokal dengan ritmis dogdog
dan angklung cenderung tetap.

6. Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg,
Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk
menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi),
ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan)
ke leuit (lumbung).

Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung
Cipining mengalami musim paceklik.

7 Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan
angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa
Sanding, Kecamatan Malangbong, Garut.

Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam.
Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari
masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan
ritual penanaman padi.

Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak
Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17.
Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen,
belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari
Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu
sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan
kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung
roel, 1 angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa,
2 angklung anak; 2 buah dogdog, 2 buah terbang atau gembyung,
serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan bahasa Sunda yang bercampur
dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya sekarang digunakan
pula bahasa Indonesia.

Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan nasihat-nasihat baik,
serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain
menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian,
seperti mengiris tubuh dengan senjata tajam.

Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike,
Lilimbungan, Solaloh.


8. Angklung Padaeng

Untuk keterangan lebih detail mengenai angklung ini,
silakan kunjungi artikel Angklung Padaeng Angklung padaeng
adalah angklung yang dikenalkan oleh Daeng Soetigna sejak
sekitar tahun 1938. Terobosan pada angklung padaeng
adalah digunakannya laras nada Diatonik  yang sesuai dengan
sistem musik barat. Dengan demikian, angklung kini dapat
memainkan lagu-lagu internasional, dan juga dapat bermain
dalam Ensembel dengan alat musik internasional lainnya.

9. Angklung Sarinande

Angklung sarinande adalah istilah untuk angklung padaeng yang
hanya memakai nada bulat saja (tanpa nada kromatis) dengan
nada dasar C. Unit kecil angklung sarinade berisi 8 angklung
(nada Do Rendah sampai Do Tinggi), sementara sarinade plus
berisi 13 angklung (nada Sol Rendah hingga Mi Tinggi).

10. Angklung Toel

Angklung toel diciptakan oleh Kang Yayan Udjo sekitar tahun
2008.[1] Pada alat ini, ada rangka setinggi pinggang dengan
beberapa angklung dijejer dengan posisi terbalik dan diberi
karet. Untuk memainkannya, seorang pemain cukup men-toel
angklung tersebut, dan angklung akan bergetar beberapa
saat karena adanya karet.

11. Angklung Sri-Murni

Angklung ini merupakan gagasan Eko Mursito Budi yang khusus
diciptakan untuk keperluan robot angklung.[2] Sesuai namanya,
satu angklung ini memakai dua atau lebih tabung suara yang
nadanya sama, sehingga akan menghasilkan nada murni
(mono-tonal). Ini berbeda dengan angklung padaeng yang
multi-tonal. Dengan ide sederhana ini, robot dengan mudah
memainkan kombinasi beberapa angklung secara simultan untuk
menirukan efek angklung melodi maupun angklung akompanimen.

12. Angklung solo

Angklung solo adalah konfigurasi di mana satu unit angklung
melodi digantung pada suatu palang sehingga bisa dimainkan
satu orang saja. Sesuai dengan konvensi nada diatonis, maka
ada dua jajaran gantungan angklung, yang bawah berisi nada
penuh, sedangkan yang atas berisi nada kromatis.

Angklung Solo ini digagas oleh Yoes Roesadi tahun 1964, dan
dimainkan bersama alat musik basanova dalam group yang
menamakan diri Aruba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969,
nama Aruba ini disesuaikan menjadi Arumba.

13. Angklung interaktif








Angklung interaktif adalah kegiatan di mana seorang konduktor
mengajak banyak orang, yang umumnya awam, untuk bermain angklung
beramai-ramai [6]. Kegiatan ini bisa dilakukan di tempat pariwisata
atau acara ramah tamah. Pada para peserta akan dibagikan angklung-
angklung yang sudah diberi nomor sesuai nadanya. Lalu, sang
konduktor akan memimpin, biasanya dengan cara:

Konduktor membuka satu layar besar bertuliskan lagu dalam not
angka, lalu mengajak para peserta memainkan angklung yang tepat
dengan menunjuk nada pada layar.

Konduktor mengajarkan isyarat tangan untuk nada-nada tertentu
pada penonton, kemudian memimpin suatu lagu dengan memberikan
isyarat yang tepat secara berurutan untuk diikuti para peserta.

Isyarat tangan ini di-adaptasi oleh Mang Udjo, berdasar isyarat
yang dikembangkan oleh John Curwen.

Sebelumnya, Pak Daeng Soetigna menggunakan isyarat gambar
binatang untuk melatih anak-anak TK.



* Ensemble angklung

Agar lebih kaya suaranya, angklung sebaiknya dimainkan
dengan alat musik lain membentuk ensembel. Beberapa ensembel
angklung yang sudah mapan adalah:

* Klasik Padaeng

Ensemble angklung klasik yang dikenalkan oleh Pak Daeng
Soetigna terdiri atas:

Angklung melodi
Angklung akompanimen
Bas betot
Kombinasi minimal inilah yang paling populer dan umum dijumpai
saat konser maupun lomba paduan angklung.

* Buncis

Buncis merupakan seni pertunjukan yang bersifat hiburan, di
antaranya terdapat di Baros (Arjasari, Bandung). Pada mulanya
buncis digunakan pada acara-acara pertanian yang berhubungan
dengan padi. Tetapi pada masa sekarang buncis digunakan
sebagai seni hiburan.

Hal ini berhubungan dengan semakin berubahnya pandangan
masyarakat yang mulai kurang mengindahkan hal-hal berbau
kepercayaan lama. Tahun 1940-an dapat dianggap sebagai
berakhirnya fungsi ritual buncis dalam penghormatan padi,
karena sejak itu buncis berubah menjadi pertunjukan hiburan.

Sejalan dengan itu tempat-tempat penyimpanan padi pun (leuit;
lumbung) mulai menghilang dari rumah-rumah penduduk, diganti
dengan tempat-tempat karung yang lebih praktis, dan mudah
dibawa ke mana-mana. Padi pun sekarang banyak yang langsung
dijual, tidak disimpan di lumbung.

Dengan demikian kesenian buncis yang tadinya digunakan untuk
acara-acara ngunjal (membawa padi) tidak diperlukan lagi.

Nama kesenian buncis berkaitan dengan sebuah teks lagu yang
terkenal di kalangan rakyat, yaitu cis kacang buncis
nyengcle..., dst. Teks tersebut terdapat dalam kesenian
buncis, sehingga kesenian ini dinamakan buncis.

Instrumen yang digunakan dalam kesenian buncis adalah 2
angklung indung, 2 angklung ambrug, angklung panempas, 2
angklung pancer, 1 angklung enclok. Kemudian 3 buah dogdog,
terdiri dari 1 talingtit, panembal, dan badublag.

Dalam perkembangannya kemudian ditambah dengan tarompet,
kecrek, dan goong. Angklung buncis berlaras salendro
dengan lagu vokal bisa berlaras madenda atau degung.

Lagu-lagu buncis di antaranya: Badud, Buncis, Renggong,
Senggot, Jalantir, Jangjalik, Ela-ela, Mega Beureum.
Sekarang lagu-lagu buncis telah menggunakan pula lagu-lagu
dari gamelan, dengan penyanyi yang tadinya laki-laki
pemain angklung, kini oleh wanita khusus untuk menyanyi.

Dari beberapa jenis musik bambu di Jawa Barat (Angklung)
di atas, adalah beberapa contoh saja tentang seni
pertunjukan angklung, yang terdiri atas: Angklung Buncis
(Priangan/Bandung), Angklung Badud (Priangan Timur/Ciamis),
Angklung Bungko (Indramayu), Angklung Gubrag (Bogor),
Angklung Ciusul (Banten), Angklung Dog dog Lojor (Sukabumi),
Angklung Badeng (Malangbong, Garut), dan Angklung Padaeng
yang identik dengan Angklung Nasional dengan tangga nada
diatonis, yang dikembangkan sejak tahun 1938.

Angklung khas Indonesia ini berasal dari pengembangan
angklung Sunda. Angklung Sunda yang bernada lima (salendro
atau pelog) oleh Daeng Sutigna alias Si Etjle (1908—1984)
diubah nadanya menjadi tangga nada Barat
(solmisasi) sehingga dapat memainkan berbagai lagu
lainnya. Hasil pengembangannya kemudian diajarkan ke
siswa-siswa sekolah dan dimainkan secara orkestra besar.


* Arumba

Arumba adalah istilah bagi seperangkat alat musik (ensemble)
yang minimal terdiri atas:

Satu unit angklung melodi, digantung sehingga bisa dimainkan
oleh satu orang Satu unit bass lodong, juga dijejer agar
bisa dimainkan satu orang Gambang bambu melodi Gambang bambu
akompanimen GendangKonfigurasi awal ensemble tersebut
diperkenalkan oleh Mochamad Burhan sekitar tahun 1966, yang
menggunakannya bersama grup "Arumba Cirebon".

* Teknik permainan angklung

Memainkan sebuah angklung sangat mudah. Seseorang tinggal
memegang rangkanya pada salah satu tangan (biasanya tangan
kiri) sehingga angklung tergantung bebas, sementara tangan
lainnya (biasanya tangan kanan) menggoyangnya hingga berbunyi.
Dalam hal ini, ada tiga teknik dasar menggoyang angklung:

Kurulung (getar), merupakan teknik paling umum dipakai, di
mana tangan kanan memegang tabung dasar dan menggetarkan ke
kiri-kanan berkali-kali selama nada ingin dimainkan.

Centok (sentak), adalah teknik di mana tabung dasar ditarik
dengan cepat oleh jari ke telapak tangan kanan, sehingga
angklung akan berbunyi sekali saja (stacato).

Tengkep, mirip seperti kurulung namun salah satu tabung ditahan
tidak ikut bergetar. Pada angklung melodi, teknik ini menyebabkan
angklung mengeluarka nada murni (satu nada melodi saja, tidak
dua seperti biasanya). Sementara itu pada angklung akompanimen
mayor, teknik ini digunakan untuk memainkan akord mayor (3 nada),
sebab bila tidak ditengkep yang termainkan adalah akord dominan
septim (4 nada).

Sementara itu untuk memainkan satu unit angklung guna membawakan
suatu lagu, akan diperlukan banyak pemusik yang dipimpin oleh
seorang konduktor. Pada setiap pemusik akan dibagikan satu
hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda. Kemudian sang
konduktor akan menyiapkan partitur lagu, dengan tulisan untaian
nada-nada yang harus dimainkan. Konduktor akan memberi aba-aba,
dan masing-masing pemusik harus memainkan angklungnya dengan
tepat sesuai nada dan lama ketukan yang diminta konduktor.

Dalam memainkan lagu ini para pemain juga harus memperhatikan
teknik sinambung, yaitu nada yang sedang berbunyi hanya boleh
dihentikan segera setelah nada berikutnya mulai berbunyi.

* Berlatih Angklung



















Angklung akan terdengar merdu dan megah jika dimainkan beramai-
ramai dengan kompak. Untuk itu, diperlukan persiapan dan
latihan yang cukup panjang, dipimpin pelatih yang cukup punya
pemahaman musik umum maupun angklung. Tahap-tahap
persiapannya adalah:

Pilih lagu dengan aransemennya. Lagu yang cocok dimainkan dengan
angklung umumnya yang berirama riang, dan jika bisa ada bagian
yang rancak, sehingga bisa diimprovisasi dengan teknik centok.

Lagu ini kemudian perlu diaransemen khusus untuk angklung,
dengan memiliki beberapa suara. Untuk latihan, aransemen ini
kemudian ditulis di kertas yang besar (biasanya dalam notasi
not angka).

Siapkan unit angklung sesuai aransemen. Dari aransemen angklung,
bisa diketahui berapa angklung yang diperlukan berdasar rentang
nada lagu dan keseimbangan intonasinya.

Kumpulkan pemain dan distribusikan angklung kepada mereka. Jika
ada pemain yang memegang banyak angklung, harus diperhatikan
agar si pemain tersebut tidak akan pernah memainkan dua
angklung pada saat bersamaan. Untuk itu biasanya dipakai tabel
tonjur.

Pemanasan. Sebelum berlatih, sebaiknya lemaskan dulu kaki dan
tangan, lalu lakukan gerakan-gerakan dasar untuk kurulung maupun
centok bersama-sama.

Mempelajari lagu. Bersama-sama, pelajari dan telusuri alur lagu,
mana bait-bait dan chorus yang harus diulang. Perlahan-lahan
mainkan lagu ini dibawah pimpinan konduktor.

Disarankan agar selama latihan awal semua nada di-centok saja,
jangan dikurulung dulu. Menghafal not. Perlahan-lahan para pemain
diminta menghafal not-not lagu dan bagian permainannya.

Meningkatkan teknik. Ini tahap polesan akhir, di mana konduktor
bisa mulai memimpin dengan menekankan keserempakan permainan,
dinamika, maupun penjiwaan.

Koreografi. Jika akan tampil dipentas, bisa mulai dipikirkan
improvisasi agar para pemain melakukan gerakan yang menarik,
tidak berdiri kaku terus menerus.


* Modernisasi angklung







Secara esensial, angklung adalah alat musik bambu yang dimainkan
dengan digetar. Hal tersebut tidak boleh diubah. Meski demikian,
berbagai upaya kreatif untuk memodernisasinya terus berlangsung,
seperti:

Angklung elektrik karya Agus Suhardiman
Angklung otomatis, Tugas akhir Kadek Kertayasa di STIKOM Surabaya
Tra-digi, angklung robot yang dikontrol oleh i-pod, ciptaan Hasim
Ghozali.Klungbot, robot angklung yang mula-mula dikreasi oleh Krisna
Diastama dan Karismanto Rahmadika, kemudian dilanjutkan oleh
Eko Mursito Budi.

__________

Penutup
__________

Demikian infonya para kawan sekalian...!

...dan...

Selamat malam...!







_______________________________________________________________
Cat :
Tanah Air - Angklung Hamburg Orchestra ft. Gita & Paulus - YouTube
https://www.youtube.com/watch?v=zGXnPC_GYLw
Oplosan - Angklung Malioboro (Pengamen Jogja) Lihat Lebih Dekat - YouTube
https://www.youtube.com/watch?v=QdjwOEjBcjM
Wonderful Indonesia - Penampilan Angklung Toel (Clean Bandit) - YouTube
https://www.youtube.com/watch?v=UyXMjrNeZQY












Tidak ada komentar:

Posting Komentar