Jumat, 14 Oktober 2016

Mappadendang Sulawesi sebagai Suatu Acara Budaya dan sebagai karya seni Tari


#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
Menyimak info sekitar Mappadendang Sulawesi sebagai
Suata Acara Budaya dan sebagai karya seni Tari)
_______________________________________________________










___________________

Kata Pengantar
___________________

Para kawan sekalian...!

Ada 2 hal pokok yang dapat penulis pahamai dari istilah
"Mappadendang" Sulawesi Selatan ini :

1. Mappdendang sebagai suatu acara Budaya atau acara
   adat sebagai tanda rasa syukur pada Allah Swt atau
   sang pencipta atas selesaiinya acara panen padi.

2. Mappdendang sebagai suatu karya seni tari yang mana
   sumber gerakan tarinnya dari kegiatan (Acara)
   mappadendang tersebut

Karena itu...!

Gerakan tari ini-pun (Abstraksi tari) banyak yang
menyerupai gerakan pada acara Mappadendang tersebut.

Nah...!

Postingan ini berisi info sekitar Kegiatan mampadendang
dalam iringan aniamsi Acara mamapadendang (pemakai baju
bodoh biru) dan animasi tari mapadendang (Pemakai baju
bodoh Merah/hijau).

Selamat menyimak...!

_______________________________________________________

Sekilas info tentang Mappadendang sebagai suatu
acara Budaya Sulawesi-Selatan dari RakyatBugis.Com
_______________________________________________________












* Pengertian


RakyatBugis.Com : Acara Mappadendang (Pesta Panen Adat Bugis)
Sulawesi-Selatan. Mappadendang atau yang lebih dikenal
dengan sebutan pesta tani pada suku bugis merupakan
suatu pesta syukur atas keberhasilannya dalam menanam
padi kepada yang maha kuasa.

Mappadendang sendiri merupakan suatu pesta yang diadaakan
dalam rangka besar-besaran. Yakni acara penumbukan gabah
pada lesung dengan tongkat besar sebagai penumbuknya.

* Pelaksanaan








Acara mapadendang sendiri juga memiliki nilai magis yang
lain. Disebut juga sebagai pensucian gabah yang dalam
artian masih terikat dengan batangnya dan terhubung
dengan tanah menjadi ase (beras) yang nantinya akan
menyatu dengan manusianya. Olehnya perlu dilakukan
pensucian agar lebih berberkah.

Acara semacam ini tidak hanya sekedar menumbuk saja. Alur
ceritanya bahwa para ibu-ibu rumah tangga dekat rumah
akan diundang lalu mulai menumbuk.

Dengan nada dan tempo yang teratur, ibu-ibu tersebut pun
kadang menyanyikan beberapa lagu yang masih terkait
dengan apa yang mereka kerjakan. Sedangkan anak-anak
mereka bermain disamping atau pun dibawah rumah.

Acara adat ini dulu umumnya dilakukan oleh masyarakat-
masyarakat di berbagai daerah, begitu selesai mereka
lalu menjemur dibawah terik matahari . kegiatan ini
merupakan hal yang sangat sering dilakukan oleh para
petani orang bugis. Dikenal juga Manre ase baru yang
meupakan lanjutan setelah mappadendang.

Mappadendang merupakan upacara syukuran panen padi
dan merupakan adat masyarakat bugis sejak dahulu kala.
Biasanya dilaksanakan setelah panen raya biasanya
memasuki musim kemarau pada malam hari saat bulan
purnama.

Pesta adat itu diselenggarakan dalam kaitan panen raya
atau memasuki musim kemarau. Pada dasarnya mappadendang
berupa bunyi tumbukan alu ke lesung yang silih berganti
sewaktu menumbuk padiKomponen utama dalam acara ini
yaitu 6 perempuan, 3 pria, bilik Baruga, lesung, alu,
dan pakaian tradisional yaitu baju Bodo.

Pesta ini merupakan bentuk pagelaran seni tradisional
bugis makassar karena merupakan sebuah pertunjukan unik
yang menghasilkan bunyian irama teratur atau nada dari
kelihaian pemain, Para perempuan yang beraksi dalam bilik
baruga disebut Pakkindona, sedang pria yang menari dan
menabur bagian ujung lesung disebut Pakkambona.

Bilik baruga terbuat dari bambu, serta memiliki pagar
yang terbuat dari anyaman bambu yang disebut Walasoji.

Pakaian yang dikenakan pada saat Mappadendang, Pada saat
acara Mappadendang dimulai penari dan pemain yang akan
tampil biasanya mengenakan pakaian adat yang telah ditentukan :

Bagi wanita diwajibkan untuk memakai baju bodoh
Laki-laki memakai lilit kepala serta berbaju hitam ,
seluar lutut kemudian melilitkan kain sarung hitam bercorak
Alat yang digunakan dalam Mappadendang seperti :

* Peralatan dan Pelaksana









Lesung panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan
maksimal 3 meter. Lebarnya 50 cm Bentuk lesungnya mirip
perahu kecil (jolloro; Makassar) namun berbentuk persegi
panjang.

Enam batang alat penumbuk yang biasanya terbuat dari
kayu yang keras atau pun bambu berukuran setinggi orang
dan ada dua jenis alat penumbuk yang berukuran pendek,
kira-kira panjangnya setengah meter.

Tata Cara Mappadendang, Biasanya Komponen utama dalam
MAPPADENDANG terdiri atas enam perempuan, 4 pria, bilik
baruga, lesung, alu, dan pakaian tradisional, baju bodo.

Mappadendang mulanya gadis dan pemuda masyarakat biasa.
Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga disebut
pakkindona. Kemudian pria yang menari dan menabur bagian
ujung lesung disebut pakkambona. Bilik baruga terbuat
dari bambu, serta memiliki pagar dari anyaman bambu
yang disebut walasoji.

* Pengaturan Ritme Musik









'
Personil yang bertugas dalam memainkan seni menumbuk
lensung ini atau mappadendang dipimpin oleh dua orang,
masing-masing berada di ulu atau kepala lesung guna
mengatur ritme dan tempo irama dengan menggunakan
alat penumbuk yang berukuran pendek tersebut di atas,
biasanya yang menjadi pengatur ritme adalah mereka yang
berpengalaman. Sedangkan menumbuk di badan lesung adalah
mereka perempuan atau laki-laki yang sudah mahir
dengan menggunakan bambu atau kayu yang berukuran
setinggi badan orang atau penumbuknya.

Seiring dengan nada yang lahir dari kepiawaian para
penumbuk, biasanya dua orang laki-laki melakukan tari
pakarena. Isi lesung yang ditumbuk berisi dengan gabah
atau padi ketan putih/hitam (ase punu bahasa bugis) yang
masih muda dan biasanya kalau musim panen tidak dijumpai
lagi padi muda, maka biasanya padi tua yang diambil
sebagai pengganti, akan tetapi sebelum ditumbuk padi
itu terlebidahulu direbus selama 5 sampai 10 menit atau
direndam air mendidih selama 30 menit kemudian disangrai
dengan menggunakan wajan yang terbuat dari tanah liat
tanpa menggunakan minyak dengan memakai api dari hasil
pembakaran kayu.

Setelah ditumbuk sampai terpisah dengan kulitnya (dipeso
bahasa makassar) barulah perempuan menampanya (ditapi
bahasa makassar) memakai alat pattapi yang terbuat dari
anyaman bambu dan rotan yang berdiameter seperti tudung
saji di bawah sinar rembulan dan cahaya dari sulo atau
lampu penerangan orang makassar yang terbuat dari
bambu/obor minyak tanah.

Kalau hasil tumbukan dari prosesi mappadendang benar-
benar dianggap bersih karena sudah dipisahkan antara
padi dan kulitnya, maka perempuan lainnya menyiapkan
kelapa habis diparut dan gula merah yang sudah diperhalus
kemudian dicampur menjadi satu bersama dengan padi
yang telah ditumbuk. maka terbuatlah satu penganan
atau racikan kue tradisional yang dikenal dengan
nama laulung.

* Tujuan Mappadendang












Menyatakan rasa syukur kepada Allah
Menjalin silaturahmi
Hiburan
Biasanya di jadikan ajang oleh muda mudi untuk mencari pasangan
Memupuk rasa kebersamaan
Mappadendang dan kisah modernisasi pertanian, Tradisi
ini sudah berjalan turun temurun. Tiap musim panen tiba,
semua orang melakukan mappadendang. Tapi, sejak tak
ada lagi pare riolo dan katto bokko, ritual panen itu
jarang dilakukan.

Pare riolo adalah sebutan padi varietas lama yang tumbuh
dengan batang lebih tinggi. Lebih panjang ketimbang
varietas baru yang pernah diperkenalkan pemerintah
tahun 1970-an lewat program intensifikasi pertanian,
macam PB-5 dan PB-8 yang berbatang pendek.

Saat musim panen tiba para warga biasanya memotong
ujung batang padi dengan ani-ani, yang menyerupai
sebuah pisau pemotong berukuran kecil.

Biasanya setelah terkumpul lantas padi hasil panenan
itu dirontokkan dengan cara menumbuk dalam sebuah
lesung. Suara benturan antara kayu penumbuk, yang
disebut alu, dan lesung ini biasanya terdengar nyaring.

Membentuk irama ketukan yang khas rancak bertalu-talu.
Gerakan dan bunyi tumbukan berirama inilah yang menjadi
asal-usul seni mappadendang. Tradisi ini turun temurun.
Sampai akhirnya lambat laun mulai ditinggalkan setelah
pemerintah menggulirkan program intensifikasi pertanian
untuk mendongkrak produktifitas ekonomi nasional.

Ritual semacam mappadendang sebenarnya bukan hanya
dikenal di daerah Kalabbirang. Di sejumlah tempat
yang penduduknya bergantung dari hasil usaha bertani
umumnya mengenal ritual bercocok tanam.

Mulai dari turun ke sawah, membajak, sampai tiba
waktunya panen raya. Ada upacara Mappalili sebelum
pembajakan tanah. Ada Appatinro pare atau appabenni
ase sebelum bibit padi disemaikan.

Ritual ini juga biasa dilakukan saat menyimpan bibit
padi di possi bolla, sebuah tempat khusus terletak di
pusat rumah yang ditujukan untuk menjaga agar tak satu
binatang pun lewat di atasnya. Lalu ritual itu dirangkai
dengan massureq, membaca meong palo karallae, salah
satu epos Lagaligo tentang padi.

Dan ketika panen tiba digelarlah katto bokko, ritual
panen raya yang biasanya diiringi dengan kelong pare.
Setelah melalui rangkaian ritual itu barulah dilaksanakan
Mapadendang.

* Appadeko









Di Makassar dan sekitarnya ritual ini dikenal dengan
appadekko, yang berarti adengka ase lolo, kegiatan menumbuk
padi muda. Appadekko dan Mappadendang konon memang berawal
dari aktifitas ini.

Bagi komunitas Pakalu, ritual mappadendang mengingatkan
kita pada kosmologi hidup petani pedesaan sehari-hari.
“Padi bukan hanya sumber kehidupan. Ia juga makhluk
manusia. Ia berkorban dan berubah wujud menjadi padi.

Agar manusia memperoleh sesuatu untuk dimakan,” kata Ali
yang seolah ingin menghidupkan kembali mitos
Sangiyang Sri, atau Dewi Sri di pedesaan Jawa, yang
diyakini sebagai dewi padi yang sangat dihormati.

* Modernisasi dan Mappadendang









Seiring dengan modernisasi sistem pertanian dan orientasi
pada aktifitas peningkatan “income” dan produksi nasional.
Akhirnya ritual-ritual bercocok tanam yang rutin digelar,
lambat laun mulai hilang.

Lantaran sistem pertanian pendukung ritual itu semakin
ditinggalkan. Tak ada lagi memanen dengan ani-ani.
Tak ada lagi katto bokko. Tidak pula kelong pare dan
mappadendang. Bersamaan dengan itu tiada lagi penghargaan
terhadap sumber kehidupan.

Praktek menanam tidak berurusan dengan anugerah Sangiyang
Sri seperti yang diyakini selama ini. Tapi soal bagaimana
produk pertanian dapat mengejar target produksi
nasional yang diharapkan para penyuluh pertanian.

Sebagai bentuk suka cita dan kesyukuran pada sang Khalik,
untuk hasil panen yang melimpah, masyarakat di Dusun
Salomoni, Kelurahan Lipukasi, Kecamatan Tanete Rilau,
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, menggelar ritual adat
Mappadendang. Ritual panenan mappadendang adalah adat
Bugis sejak lama, yang diikuti seluruh petani.
..................................



_________

Penutup
_________

Demikian infonya para kawan sekalian...!

Dan jika boleh menanggapi postinga RakyatBugis.Com ini,
maka penulis ingin berkata, "Tetaplah pertahankan Cle'an
acara Mapadendang ini para masyarakat Sulawesi Selatan,
sekalipun modernisasi tak dapat dihindari".

"Salut untuk acara Mappadendang ini. Sunggug Luar biasa"

...dan...

Selamat malam...!








_________________________________________________________
Cat :
PESTA PANEN ADAT BUGIS BONE,DESA CALODO PART II - YouTube
https://www.youtube.com/watch?v=qmUMkAIRrlg
TARI Mappadendang (Traditional Dance) - YouTube
https://www.youtube.com/watch?v=4gNRGwLi-Jw



Tidak ada komentar:

Posting Komentar