Jumat, 06 Mei 2016

Tari Gandrung Bayunwangi dalam pesona Para Penarinya


#SELAMAT MALAM PARA KAWAN# 
(Menyimak info sekitar Tari Gandrung)
________________________________________________________________













__________________

Kata Pengantar
__________________

Lewat link :
http://tariindonesiadunia.blogspot.co.id/2016/05/tari-gandrung-lombok-dan-prajurit-perang.html
penulis mengurai mengenai "tari Gandrung Nusa Tenggara Barat".

Bagaimana dengan Tari Gandrung Bayuwangi...?

- Samakah geraknya dengan tari Gandrung Lombok
- Bagaimanapula dengan sejarah tarinya
- Dan lain-lain.

Adalah hal yang dapat anda jawab dengan membaca kedua postingan
tari Gandurung ini. Dan berikut info Tari Gandrung Bayuwangi.

Selamat menyimak...!

________________________________________________________

Sekilas info tentang Tari Gandrung Bayunwangi
________________________________________________________

















* Pengertian

Gandrung Banyuwangi adalah salah satu jenis tarian
yang berasal dari Banyuwangi.


* Asal istilah









Kata ""Gandrung"" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat
Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi
yang membawa kesejahteraan bagi masyaraka.

Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur
masyarakat setiap habis panen. Kesenian ini masih satu genre dengan
seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur
bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali,
dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari
bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).


Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan
musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian dilakukan dalam
bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki
(pemaju) yang dikenal dengan "paju"

Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini
populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau
Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga
tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung.

Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung
penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan,
pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun
tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya.

Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar
pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

*  Sejarah







Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabadnya hutan
“Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota Balambangan
pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit yang
dilantik sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang
Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi
tempo dulu.

Mengenai asalnya kesenian gandrung Joh Scholte dalam makalahnya
antara lain menulis sebagai berikut: Asalnya lelaki jejaka itu
keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang
dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa
beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng
Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).

Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan
cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung
semula dilakukan oleh kaum lelaki yang membawa peralatan musik
perkusi berupa kendang dan beberapa rebana (terbang).

Mereka setiap hari berkeliling mendatangi tempat-tempat yang
dihuni oleh sisa-sisa rakyat Balambangan sebelah timur (dewasa ini
meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima
ribu jiwa, akibat peperangan yaitu penyerbuan Kompeni yang dibantu
oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Balambangan
dari kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya perang Bayu yang sadis, keji
dan brutal dimenangkan oleh Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772.

Konon jumlah rakyat yang tewas, melarikan diri, tertawan, hilang
tak tentu rimbanya atau di selong (di buang) oleh Kompeni lebih
dari enam puluh ribu jiwa. Sedang sisanya yang tinggal sekitar
lima ribu jiwa hidup telantar dengan keadaannya yang sangat
memprihatinkan terpencar cerai-berai di desa-desa, di pedalaman,
bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan, terdiri dari para
orang tua, para janda serta anak-anak yang tak lagi punya
orang tua.(telah yatim piyatu) dan selain itu ada juga yang
melarikan diri menyingkir ke negeri lain. Seperti ke Bali,
Mataram, Madura dan lain sebagainya.

Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari
penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan
sebagainya. Dan sebenarnya yang tampaknya sebagai imbalan tersebut,
merupakan sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka
yang keadaannya sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat
memerlukan bantuan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, di
pedalaman, atau yang bertahan hidup dihutan-hutan dengan segala
penderitaannya walau peperang telah usai.

Mengenai mereka yang bersikeras hidup di hutan dengan keadaannya
yang memprihatinkan tersebut, disinggung oleh C. Lekerkerker yang
menulis beberapa kejadian setelah Bayu dapat dihancurkan oleh
gempuran Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772, antara lain sebagai
berikut; Pada tanggal 7 Nopember 1772, sebanyak 2505 orang lelaki
dan perempuan telah menyerahkan diri ke Kompeni, Van Wikkerman mengatakan
bahwa Schophoff telah menyuruh menenggelamkan tawanan laki-laki yang
dituduh mengobarkan amuk dan yang telah memakan dagingnya dari mayatnya
Van Schaar.








Juga dikatakan bahwa orang-orang Madura telah merebut para wanita
dan anak-anak sebagai hasil perang. Sebagian dari mereka yang
berhasil melarikan diri kedalam hutan telah meninggal karena
kesengsaraan yang dialami mereka. Sehingga udara yang disebabkan
mayat-mayat yang membusuk sampai jarak yang jauh. Yang lainnya
menetap dihutan-hutan seperti; Pucang Kerep, Kali Agung, Petang
dan sebagainya. Dan mereka bersikap keras tetap tinggal
dalam hutan dengan segala penderitaannya.

Berkat munculnya gandrung yang dimanfaatkan sebagai alat perjuang
dan yang setiap saat acap kali mengadakan pagelaran dengan mendatangi
tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat yang hidup bercerai-
berai di pedesaan, di pedalaman dan bahkan sampai yang masih menetap
di hutan-hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan, kemudian mereka
mau kembali kekampung halamannya semula untuk memulai membentuk
kehidupan baru atau sebagaian dari mereka ikut membabat hutan Tirta
Arum yang kemudian tinggal di ibukota yang baru di bangun atas prakarsa
Mas Alit.

Setelah selesai ibu kota yang baru dibangun dikenal dengan nama
Banyuwangi sesuai dengan konotasi dari nama hutan yang dibabad (Tirta-
arum). Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan kelahiran
kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah
dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi
Belambangan sebelah timur yang telah hancur porak-poranda akibat
serbuan Kompeni (yaitu yang dewasa ini meliputi Daerah Kabupaten
Banyuwangi).

Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung
Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun
pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi
menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan
hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi
(Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang,
kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang,
kalau tidak ya tidak  jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan
dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya
gandrung oleh wanita.

Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh
para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan
Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang
ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun,
gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar
tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk
transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung
laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian
penari terakhirnya, yakni Marsan.

Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur
para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan
dengan pembabatan hutan yang angker.

Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-
adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama
panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero
Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung
hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya,
namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda
yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan
menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan
eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.

* Tata Busana Penari

Penari Gandrung di Lombok, 1922.
Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan
tarian bagian Jawa lain. Ada pengaruh Bali (Kerajaaan Blambangan)
yang tampak.

*  Bagian Tubuh









Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru
berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-
manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher
hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan
terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup
tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan
dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian
pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi
hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu
dikenakan di bahu.

* Bagian Kepala

Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang
terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna
emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang
berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh
rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini
tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti
sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena
ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.

Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang
berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada
tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya.
Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya
memberi kesan magis.

* Bagian Bawah








Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam.
Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri
khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan
dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas
Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai
kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu
memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

* Lain-lain

Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas
untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu
buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya,
khususnya dalam bagian seblang subuh.

* Musik Pengiring








Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah
kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau dua buah
biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk. Di samping itu,
pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjak atau kadang-
kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi
semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung.
Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing.

Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung,
atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.

* Tahapan-Tahapan Pertunjukan

1 Jejer

Bagian ini merupakan pembuka seluruh pertunjukan gandrung. Pada
bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo,
tanpa tamu. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan.

2. Maju

Setelah jejer selesai, maka sang penari mulai memberikan selendang-
selendang untuk diberikan kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang
terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya
para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan
penari berada di tengah-tengah. Sang gandrung akan mendatangi para
tamu yang menari dengannya satu persatu dengan gerakan-gerakan yang
menggoda, dan itulah esensi dari tari gandrung, yakni tergila-gila
atau hawa nafsu.

Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan
meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan
dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan repèn (nyanyian
yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga
menjelang subuh. Kadang-kadang pertunjukan ini menghadapi kekacauan,
yang disebabkan oleh para penonton yang menunggu giliran atau mabuk,
sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.

3. Seblang subuh

Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan
gandrung Banyuwangi. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat
sejenak, dimulailah bagian seblang subuh.

Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan,
kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau
tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema
sedih seperti misalnya seblang lokento. Suasana mistis terasa pada
saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan
ritual seblang, suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih
dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut.

Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan
meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan
pentas gandrung.

* Perkembangan terakhir

Kesenian gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran
arus globalisasi, yang dipopulerkan melalui media elektronik dan
media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai
mewajibkan setiap siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti
ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya
diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari
pertunjukan gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud
perhatian pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang
sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pentas-pentas populer lain
seperti dangdut dan campursari.

Sejak tahun 2000, antusiasme seniman-budayawan Dewan Kesenian
Blambangan meningkat. Gandrung, dalam pandangan kelompok ini
adalah kesenian yang mengandung nilai-nilai historis komunitas
Using yang terus-menerus tertekan secara struktural maupun kultural.
Dengan kata lain, Gandrung adalah bentuk perlawanan kebudayaan
daerah masyarakat Using.

Di sisi lain, penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau
citra negatif di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial
tertentu, terutama kaum santri menilai bahwa penari Gandrung adalah
perempuan yang berprofesi amat negatif dan mendapatkan perlakuan yang
tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan terdiskriminasi
dalam kehidupan sehari-hari.

Sejak Desember 2000, Tari Gandrung resmi menjadi maskot pariwisata
Banyuwangi yang disusul pematungan gandrung terpajang di berbagai
sudut kota dan desa. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga memprakarsai
promosi gandrung untuk dipentaskan di beberapa tempat seperti Surabaya ,
Jakarta , Hongkong, dan beberapa kota di Amerika Serikat.


___________

Penutup
___________

Demikian infonya para kawan sekalian...!

Link lainnya yang berhubungan dengan tari Indonesia ada di :

http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2016/02/tanya-jawab-tortor-batak-dalam-musik.html

Sedangkan Tari Luar negeri ada di :

http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2016/01/breakdancer-pemahaman-umum-sejarah.html
http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2015/12/aerobic-dan-tukang-intip.html
http://tariindonesiadunia.blogspot.co.id/2016/04/tari-sufi-sema-dan-putarannya.html

Selamat malam...!










_______________________________________________________________________
Cat :
8 TARI TERBAIK BANYUWANGI VERSI ON THE CROT 3 - YouTube
https://www.youtube.com/watch?v=cdF_fOMoNbs
Jejer Gandrung-Banyuwangi
https://www.youtube.com/watch?v=UwVNz4fDenA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar